hohoho.... konser natal kali ini menjadi moment paling joss buatku..
karena apa?
karena pada kali ini aku bener-bener menjadi orang repot.
repot panitia
repot mondar-mandir
repot latihan
repot ngurus partitur
repot ngatur jadwal krn latihannya pas dengan ujian smester
haisshh.. pokoknya repot.
jooss capeknya, jooss juga puasnya hahaha :D
ada pepatah mengatakan bahwa berakit kehulu, berenang-renang ketepian. yang artinya bersakit dahulu baru senang kemudian.
pepatah kali ini terbukti dalam pengalamanku kali ini. nih kuceritain....
format konser natal masih sama dengan tahun sebelumnya yaitu diadakan di gereja sebagai kegiatan penutup masa natal. penjualan tiket penonton dibuka untuk umum, jadi siapa saja boleh datang untuk menonton. biasanya dalam konser-konser sebelumnya aku hanya berposisi sebagai player/pemusik saja tanpa terlibat banyak dalam urusan persiapan sebelum konser.
yup kali ini saya sebagai perkap konser tahun ini hehehe.... bagian panitia yang satu ini memang tidak perlu banyak mikir karena haya dibutuhkan kemampuan fisik dan stamina yang oke dalam bekerja. lelah seakan menjadi keseharianku dalam menyiapkan konser ini jadi wajar klo kmarin selama latihan aku seperti orang yang habis lari maraton. hahaha....
oke .. sekarang hal terpenting yang kedua adalah.. aku sebagai principal Cello.
GAwaT!!! asal kalian tau, lagu yang dimainkan ada 18 repertoar. tiap lagupunya bagian solo cello dan notasi yang dibuat oleh sang arranger (mas yus) sangatlah susah. memang di UGM aku juga sebagai principal, tp ini beda di komunitas B01 grade-nya lebih tinggi dmana ada banyak teman-teman dari ISI, seni musik UNY, dan SMM yogya ikut bermain dsini.
konser-konser sebelumnya principal selalu di pegang oleh sang suhu mas Hasta. untuk skill dan kemampuan bermain beliau tidak usah dipertanyakan karena dia adalah salah satu cellis paling senior dan sudah tergabung dalam orkestra profesional. biasanya aku selalu merasa aman-aman saja klo mas hastayang jadi principalnya, tapi sekarang DUUEERR.... bahkan mas hasta pun tergusur harus duduk di belakangku.
alasan aku amjadi principal adalah karena mas hasta tidak bisa mengikuti latihan persiapan karena dia ada Job lain di jakarta, selain itu pemain cello yang lain dianggap belum bisa menjadi principal.
rasanya antara senang dan bingung. senang karena hasil latihanku selama ini membuahkan hasil, bingung karena kenapa harus aku ...
oke. resiko yang harus kuterima adalah aku harus memperbanyak latihan mandiri, rajin latihan bareng, dan bersedia mengajari teman lain yang belum bisa.
dalam sehari aku bisa duduk dengan cello selama 5 jam. amazing! mungkin itu rekorku dalam latihan hahaha
aku harus menguasai tiap-tiap not dengan baik, intonasi, tempo, dan iterpretasi lagu.
dalam konser natal ini yang menjadi musuh ku adalah lagu Farandole.
karena di arransemennya mas yus ada bagian dimana pricipal main solo dengan not dan tempo cepat. tiap hari aku terus mengulang-ulang bagian itu, "sampai hafal sef" begitu ucap mas hasta saat mengajariku lagu ini.
sebenarnya lagu yang lainpun juga ada banyak not rumitnya tapi masih bisa ku atasi, jadi aku tinggal mengajari teman-teman yang lain.
konserpun dimulai. aku gugup setengah mati... gimana gak gugup bayangkan kali ini mas hasta duduk di belakang dan aku yang didepan dengan kata lain aku gak boleh salah...
"anggap seperti latihan sef" ucap mas hasta sebelum lampu dinyalakn dan kami siap bermain. ku tarik nafas dan jenggg...jengg.... nikmati lagunya dan kamu akan mengalir mengikuti cerita tiap-tiap not yang ada di partiturmu. :) indah.. cantik sekali...
sampaikan semuanya lewat cello.. itu yang kupikirkan saat itu. benar benar anggun.
meskipun ada beberapa kesalahan dalam membaca bowing, semuanya sukses!
samapai akhirnya tiba pada lagu penutup, Farandole...
menelan ludah, menggoyang-goyangkan kaki, merapihkan lengan baju... terlihat klo aku benar-benar gugup.
dan dimulai. bagian solo kumainkan dengan lancar, tanpa salah, dan .. perfect!
akupun tidak menyangka, semua ,mengalir begitu saja, jari-jari ini seakan sudah tau kemana dia harus bergerak selanjutnya. :D
SENANG!!! meskipun belum bermain bagus 100% rasanya saya sudah sangat puas!
mas hasta kemudian menepuk pundakku dari belakang dan berkata "selamat sef, sukses jadi principal" WOOOOHOOO.... senangnya bisa diakui oleh orang lain...
pemain yang lain pun kurasa juga tidak menyangka kalau aku akhirnya bisa memainkan dengan sukses. hahaha... bahkan setelah konser ada yang mengira kalau akau anak seni musik ISI atau UNY, padahal bukan, aku anak UGM yang belajar cello secara mandiri :p wekekekek....
berharap setelah konser ini membuatku semakin semangat dan giat latihan. hasil latihanitu nyata.
meskipun sedikit perkembangan itu harus pasti ada.
pesan terakhirku sebelum mengakhiri tulisan ini "belajarlah dengan tekun, latihlah apa yang kamu ingin raih, buktikan dan tunjukanlah bahwa kamu juga bisa, jika kamu ingin dianggap maka tunjukanlah dirimu sehingga orang lain tau akan kemampuanmu dan tidak akan meremehkanmu lagi" berat memang dan itulah yang namanya perjuangan. tetap semangat! dan keep play your music!
Feel what you play.. and play what you Feel. that's symphony of my life.
Tuesday, January 18, 2011
Monday, January 10, 2011
sok sibuk!!! :p
:D
Awal tahun 2011 ini aku benar-benar menjadi orang yang sok sibuk hahaha :D
bayangkan aja dari sebelum tahun baru saja sudah disibukkan dengan lat musik untuk misa malam natal dan natal. trus dilanjut bulan januari ini latihan terus, rutin untuk konser natal.
sekarang dari perkuliahan.
kuliahku, awal januari sudah ujian akhir smester, itu tandanya semua tugas akhir harus sudah selesai dan buku-buku setebal kamus harus sudah selesai ku baca juga supaya siap ujian =_=''
mana ujiannya lisan jadi mau gk mau harus menguasai bahan yang setebal kamus itu...
tentunya karena kepadatan jadwal mau tidak mau harus ada yang dikorbankan.
untuk bulan ini aku sengaja meninggalkan latihan Orkestra di UGM karena ada beberapa alasan
1. UJIAN
2. aku lebih fokus latihan untuk konser natal, karena apa? karena mas hasta tidak bisa intensif mendampingi latihan karena kesibukannya sebagai musisi kelas profesional. jadi aku di tuntut untuk bisa menggantikan beliau dan mau gak mau tiap hari aku latihan sendiri agar bisa menguasai materi konser natal besok.
padahal sebenarnya aku juga tidak mau meninggalkan latihan di UGM tapi....
maaf ya kawan... saya cuti sebulan hahaha :p
dan barusan aku di SMS oleh salah seorang teman, tau gak dia bilang apa?
dia menagih aransement!!!
YA TUHAAANNN.... SAYAAA LUPAAA
jadi, bulan maret (klo ndak salah) akan diadakan suatu pementasa teater dalam rangka lustrum fakultas tehnik (ini juga klo ndak salah hehe). dan saya punya hutang untuk meng-composisi 4 buah lagu untuk mengiringi musik dalam teater tersebut.
dan itu tandanya adalah bahwa bulan ini kesibukan saya tambah satu lagi wew... =_=''
moto saya bulan ini : lembur makes us perfect
hahaha :D
padahal dokter sudah melarang untuk begadang klo gk mau di opname (lagi). tp berhubung skrng masih sehat-sehat saja jadi gpp kan dok? hehehe :p
naahh.. berhubung sekarang ujian sudah mau rampung kesibukan beralih ke cello
sisa bulan ini aku hanya mau habiskan untuk latihan cello. bukan hanya untuk mengejar konser natal dan konser UGM besok tapi karena ingin menambah skill.
"untuk bisa di akui kamu bisa bermain dengan bagus maka, kamu harus berlatih keras agar suatu saat hasil latihan mu itu bisa diakui oleh orang lain yang mendengarkan mu", begitulah kira-kira kutipan dari sang maestro mas hasta :p
melihat teman-teman mengalami peningkatan skill bermain yang signifikan saya menjadi sangat iri. ditambah setelah tau bahwa sang kekasih di luar negri sana juga semakin oke main musiknya, bahkan dia sudah bisa menguasai beberapa alat musik (wow). truss?
ya kejar.. jgn mau kalah... itu aja. :p
intensif cello course, meski ndak ada gurunya saya tetep yakin besok saya pasti bisa meningkatkan skill saya :p hahaha....
okee dehh.. waktu nulis di blog juga gk banyak nih
kan lagi sok sibuk haha :D
selamat bersibuk ria!
gambar ini gk ada hubungannya, kecuali tulisan sibuknya :p |
bayangkan aja dari sebelum tahun baru saja sudah disibukkan dengan lat musik untuk misa malam natal dan natal. trus dilanjut bulan januari ini latihan terus, rutin untuk konser natal.
sekarang dari perkuliahan.
kuliahku, awal januari sudah ujian akhir smester, itu tandanya semua tugas akhir harus sudah selesai dan buku-buku setebal kamus harus sudah selesai ku baca juga supaya siap ujian =_=''
mana ujiannya lisan jadi mau gk mau harus menguasai bahan yang setebal kamus itu...
tentunya karena kepadatan jadwal mau tidak mau harus ada yang dikorbankan.
untuk bulan ini aku sengaja meninggalkan latihan Orkestra di UGM karena ada beberapa alasan
1. UJIAN
2. aku lebih fokus latihan untuk konser natal, karena apa? karena mas hasta tidak bisa intensif mendampingi latihan karena kesibukannya sebagai musisi kelas profesional. jadi aku di tuntut untuk bisa menggantikan beliau dan mau gak mau tiap hari aku latihan sendiri agar bisa menguasai materi konser natal besok.
padahal sebenarnya aku juga tidak mau meninggalkan latihan di UGM tapi....
maaf ya kawan... saya cuti sebulan hahaha :p
dan barusan aku di SMS oleh salah seorang teman, tau gak dia bilang apa?
dia menagih aransement!!!
YA TUHAAANNN.... SAYAAA LUPAAA
jadi, bulan maret (klo ndak salah) akan diadakan suatu pementasa teater dalam rangka lustrum fakultas tehnik (ini juga klo ndak salah hehe). dan saya punya hutang untuk meng-composisi 4 buah lagu untuk mengiringi musik dalam teater tersebut.
dan itu tandanya adalah bahwa bulan ini kesibukan saya tambah satu lagi wew... =_=''
moto saya bulan ini : lembur makes us perfect
hahaha :D
padahal dokter sudah melarang untuk begadang klo gk mau di opname (lagi). tp berhubung skrng masih sehat-sehat saja jadi gpp kan dok? hehehe :p
naahh.. berhubung sekarang ujian sudah mau rampung kesibukan beralih ke cello
sisa bulan ini aku hanya mau habiskan untuk latihan cello. bukan hanya untuk mengejar konser natal dan konser UGM besok tapi karena ingin menambah skill.
"untuk bisa di akui kamu bisa bermain dengan bagus maka, kamu harus berlatih keras agar suatu saat hasil latihan mu itu bisa diakui oleh orang lain yang mendengarkan mu", begitulah kira-kira kutipan dari sang maestro mas hasta :p
melihat teman-teman mengalami peningkatan skill bermain yang signifikan saya menjadi sangat iri. ditambah setelah tau bahwa sang kekasih di luar negri sana juga semakin oke main musiknya, bahkan dia sudah bisa menguasai beberapa alat musik (wow). truss?
ya kejar.. jgn mau kalah... itu aja. :p
intensif cello course, meski ndak ada gurunya saya tetep yakin besok saya pasti bisa meningkatkan skill saya :p hahaha....
okee dehh.. waktu nulis di blog juga gk banyak nih
kan lagi sok sibuk haha :D
selamat bersibuk ria!
Sunday, January 9, 2011
Rindu Versus Sepi
Aku bukan orang yang kuat menahan rindu atau sepi
Bagiku sendirian juga bisa menyenangkan. Karena aku tidak pernah merasa berjalan sendirian. Selalu ada bayang-bayang seseorang. Bayang-bayang yang aku simpan sendiri, aku cinta sendiri, aku rindu sendiri, aku nikmati sendiri. Bayang-bayang yang tumbuh di dalam sepi.
Karena bayang-bayang itu bertumbuh besar dan membiak, maka segala ritme dan gerakannya menyibukkanku dengan banyak rasa. Aku memeliharanya, memupuknya, merawatnya, menyiramnya, menyianginya, seperti aku menanam sepokok kembang, sampai ia berputik, kuncup, mekar, merekah menjadi bunga. Aku gempita di dalam kesendirianku. Tidak pernah merasa sepi.
Lalu ketika mendadak senja meleleh penuh tuba, bayang-bayang itu tetap seperti bayang-bayang yang tidak pernah mengerti betapa aku cinta dan sangat aku rindu. Ia tetap menjadi bayang-bayang yang bergerak liar ke mana dia mau dan melakukan apa yang dia suka. Bukan karena ia tak cinta aku. Tetapi mungkin lebih cinta dirinya sendiri. Padahal sesak itu berhimpitan dengan cinta dan rindu yang tiada berkesudahan. Tiap hela napasku hanya menyemburkan wangi bunga cinta dan embusan harum kerinduan. Ia bukan tidak tahu. Tetapi ia sendiri tidak tahu apa yang dia mau.
Aku merasa menjadi laki-laki paling tolol yang selalu mengucapkan ’’aku cinta padamu’’, juga ’’aku kangen kamu’’. Setiap hari, setiap saat. Seperti matahari tidak pernah bosan terbit pagi hari. Seperti kelopak daun yang selalu berkeringat embun di subuh hari. Seperti aroma tanah kering yang menguap sehabis hujan. Tidak pernah berubah.
Friday, January 7, 2011
OPINI PUBLIK VS. ETIKA PUBLIK
1. Opini publik mengaktifkan demokrasi. Tetapi ia menonaktifkan politik. Opini publik diperlukan untuk mendasarkan penyelenggaraan kebijakan (ini adalah suatu pekerjaan rutin demokrasi), tapi juga dimanfaatkan untuk mengamankan kepentingan pembuat kebijakan (karena dengan itu seolah-olah representasi dan legitimasi dihubungkan). Artinya, atas nama opini publik, opsi kebijakan dipilih. Tapi juga dengan menunggangi opini publik, kepentingan politik diselundupkan. Jadi, demokrasi terselenggara secara teknis melalui opini publik, tanpa mempersoalkan fungsi etisnya. Masalahnya baru menjadi kritis bila seseorang hendak memandang politik dengan cara lain, yaitu sebagai sebuah proyek transformasi, karena menganggap demokrasi telah menjadi malas, karena hanya berhenti dalam rutinitas institusional. Untuk kebutuhan semacam itulah kita mengaktifkan kontra pikiran dari opini publik, yaitu etika publik. Jadi, etika publik mengaktifkan kembali politik, dengan mempertanyakan isi, prosedur dan fungsi opini publik. Artinya, melalui etika publik, politik dihidupkan sebagai soal ”konfrontasi etik”, dan bukan ”konfirmasi statistik”.
2. Memang, opini publik dapat diperlihatkan secara empirik melalui survei. Tetapi tentu itu bukan opini publik yang otentik, melainkan yang statistik. Artinya, metodologi tidak mungkin memastikan otentisitas itu, bukan saja karena problem paradoks ”the black swan”, tetapi terlebih karena konsep ”opini” itu sendiri selalu bersifat ”in the making”, apalagi bila ia menyangkut suatu proposal publik (Pemilu, RUU, kebijakan pemerintah). Di situ opini publik berayun mengikuti perdebatan sekelompok elit (pakar, politisi, teknokrat, pejabat). Jadi, apa yang secara populer disebut ”opini publik” berdasarkan hasil survei, selalu jatuh dalam paradoks epistemik: pengetahuan tentang itu selalu tertinggal oleh kebutuhan untuk mengetahuinya, dan kebutuhan itu sendiri selalu tertinggal juga oleh hasrat untuk menikmati kepastiannya. Jadi, kita sebetulnya pergi pada ”opini publik” dalam upaya kita memuaskan hasrat pada kepastian, padahal maksimal yang dapat kita capai adalah keterangan tentang ketidakpastian. Tegasnya, kita memperalat opini publik untuk keperluan metafisis itu. Dengan kata lain, opini publik tidak merupakan kebenaran dalam arti ”reality check”, melainkan sekedar sebuah strategi politik yang diperlukan untuk mengamankan tendensi manusia pada kepastian. Artinya, selalu ada kepentingan untuk melihat posibilitas menjadi probabilitas, dan berharap probabilitas itu menjadi kepastian (dalam kasus pilkada misalnya- menjadi elektabilitas). Jadi, selalu ada surplus psikologis yang melampaui kerja metodologis. Itulah fungsi politik dari statistik: dugaan berubah menjadi kesimpulan.
3. Dengan kata lain, mental kita hanya menyebutnya sebagai ”opini publik”, bila ia berhasil mengkonfirmasi peristiwa. Jadi, secara mental, kita sebetulnya menggunakan konsep itu sebagai alat prediksi, dalam upaya memuaskan hasrat pada kepastian. Dalam politik, hasrat pada kebenaran itulah yang menunggangi opini publik. Pemerintah misalnya memerlukannya untuk membenarkan kebijakan. Dalam persaingan politik, opini publik diperlihatkan sebagai alasan untuk tidak mundur dalam persaingan. Tetapi bila kita masuk dalam konsekwensi konseptualisasi, maka jelas bahwa konsep opini publik tidak dikenal dalam filsafat politik libertarian misalnya. Seorang libertarian akan menganggap opini publik sebagai ancaman pada kemerdekaan individu. Tetapi juga kalangan kiri akan mencurigai opini publik sebagai alasan penguasa untuk mengendalikan oposisi. Jadi opini publik itu lebih merupakan suatu wilayah strategis yang diperebutkan oleh berbagai kepentingan, demi mengolah legitimasi, representasi dan hegemoni.
4. Karena itu, seseorang memerlukan teori ”tentang” politik, mendahului teorinya tentang ”opini publik”. Artinya, gambaran pikiran tentang ”yang politik”, akan mengorganisir metodologi dalam membaca opini publik. Jadi, pada mereka yang memahami politik sebagai hanya urusan tukar-tambah kekuasaan, opini publik akan dipelajari -karena diperlukan- untuk memaksimalkan keuntungan pertukaran politik. Di sini, politik adalah statistik. Politik adalah apa yang diperlihatkan oleh statistic. Artinya, politik tidak diselenggarakan secara preskriptif, tetapi cukup dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah “who gets what, when and how”. Terhadap soal itu, politik menyodorkan jawaban, tetapi bukan mempersoalkannya. Jadi, politik menjadi semacam reportase fakta belaka. Sebaliknya, bagi mereka yang memahami politik sebagai pertarungan nilai, opini publik akan dipelajari untuk memastikan bahwa ”something else is possible”. Di sini politik justeru merupakan aksi mempersoalkan opini publik, bukan karena alasan metodologi, melainkan karena hasrat pada sesuatu yang lain, pada suatu ketidakpastian.
5. Hasrat pada ketidakpastian itulah sebetulnya yang merubah statistik menjadi politik. Atinya, kepastian yang diinginkan melalui opini publik (setelah diamankan di dalam ”kurva lonceng”), berubah menjadi ketidakpastian ketika isu publik itu memasuki wilayah perdebatan etik. Di dalam wilayah itu, statistik diuji ulang dalam ”totalitas” peristiwa, yaitu ketika semua aspek diperlihatkan secara kontras. Opini publik bahkan menjadi target operasi dari politik hasrat. Hasrat itulah yang membuat opini publik menjadi ”undecidable”, dan karena itu tidak dipakai sebagai pedoman politik. Politik hasrat tidak diasuransikan pada opini publik, melainkan pada etika publik. Karena itu, opini publik tidak mendahului konfrontasi nilai, melainkan merupakan hasil dari konfrontasi itu. Dalam keterangan inilah kita mengerti mengapa opini publik dapat berbalik arah. Artinya, opini publik sebetulnya baru bisa diucapkan setelah konfrontasi nilai itu selesai. Jadi, lebih berguna mendefinisikan opini publik sebagai lokasi konfrontasi nilai, ketimbang menganggapnya sebagai representasi kebenaran.
6. Sekedar contoh (yang belum tentu mencukupi): Mengapa setelah Sri Mulyani mundur, opini publik berbalik memihaknya? Tentu bukan karena ada fakta-fakta baru di dalam ”kasus bank Century” yang membenarkan ”kebijakan SMI”, atau karena DPR tidak lagi bersuara keras setelah Aburizal Bakrie menjadi sekutu SBY. Opini publik berubah justeru karena kontras moral yang tiba-tiba muncul antara Sri Mulyani yang tampil tegar seorang diri, tanpa kekuasaan, tanpa jabatan, dengan Bakrie dan SBY yang nampak berlebihan mengumpulkan kekuasaan. Nampak di sini bahwa opini publik memang merupakan lokasi pertarungan nilai, dan karena itu kebenarannya tergantung pada ”situasi-situasi kritis” di dalam struktur diskursus politik.
7. Situasi krisis itu adalah momen intelektual yang meluruskan arah pertarungan nilai menuju ujian politik habis-habisan. Di situ, ketelanjangan politik adalah tuntutan etis tertinggi, dan dengan itu semua ke-pura-pura-an berakhir. Konfrontasi kebenaran tidak lagi membutuhkan ”opini publik”, karena diskursus kebenaran telah beralih dari tatabahasa statistik ke tatabahasa etik . Pada suhu diskursus semacam itu, yaitu 1ketika kontras moral menjadi satu-satunya wilayah uji politik, maka kebenaran opini publik tidak lagi menjadi urusan komputasi statistik, melainkan hasil konfrontasi etik. Di sinilah politik diucapkan sebagai ”kebenaran” dan bukan sebagai ”opini publik”.
8. Jadi, politik selalu kembali pada akal sehat manakala puncak konfrontasinya mencapai batas toleransi etis. Pada momen itu seluruh peralatan propaganda untuk membentuk opini publik kehilangan daya provokasinya karena polarisasi moral tidak dapat lagi dimanipulasi melalui insentif-insentif psiko-kapital. Politik berubah menjadi kegembiraan publik, dan dari situ solidaritas dan kesukarelaan tumbuh melampaui distingsi-distingsi sosio-kultural. Momen intelektual inilah yang menghasilkan ”politics of desire” , yaitu enersi psikopolitik yang 2menerobos ”system of thought”, yaitu bekuan-bekuan ideologi, pagar rasionalitas dan protap obyektivitas. Di situ, politik tidak lagi diasuransikan pada institusi tetapi pada inspirasi. Politik ditempuh sebagai “jalan lain”, hanya oleh subyek yang tak pernah ingin menengok kebelakang. Politik adalah aksi menentukan kehendak, sekalipun kehendak itu berada diluar wilayah aman ”kurva lonceng”
9. Pembalikan opini publik hari-hari ini, dalam soal Sri Mulyani vs SBY-Bakrie, dapat dipandang sebagai deklarasi politik akal sehat yang menghendaki ”jalan lain”. Setelah itu, subjektivitas politiklah yang akan memastikan bahwa jalan itulah satu-satunya yang harus ditempuh. Di sini, pekerjaan politik hanyalah penyelenggaraan dari –dalam istilah Badiou- fidelitas, yaitu kesetiaan yang terus mengawasi proses konfrontasi etik itu, sambil terus bergembira bahwa nanti, ”something else is possible” Kebenaran, 3dalam konteks itu, adalah pukulan terhadap ”opini publik”.
10. Jadi, lebih berguna bila kita membicarakan problem opini publik itu dari sudut pandang proses persaingan nilai, ketimbang sebagai konsep statistik. Begitu juga dengan konsep kebenaran; ia tidak berguna untuk dibicarakan, kecuali sebagai pilihan etis yang dipertaruhkan dalam medan opini publik. Dalam pertaruhan etik itulah politik diaktifkan. Sekaligus di situ kita menikmati kesetaraan manusia sebagai kesetaraan sosial. Karena kesetaraan itu, maka politik harus ditempuh melalui jalan argumen. Dan karena argumen tidak dapat difinalkan dalam suatu hirarki kebenaran, maka politik selalu mempersyaratkan keberlanjutan ketidakastian. Di dalam kondisi itu, opini publik tidak boleh mendefinisikan ”sebuah politik” yang akan membatalkan kesetaraan sosial manusia. Karena itu opini publik harus dilihat sebagai lokasi percobaan berbagai strategi. Jadi, kita masuk dalam opini publik bukan untuk menyetujuinya, tetapi untuk mendorong argumen menuju ekstrimitas situasi, yaitu dengan meradikalisir kontras etika dari suatu peristiwa. Begitulah kebenaran ditempuh.
Daftar Kutipan:
- Baca esai “Arus Pendek Sri Mulyani” dan “Menjaga Harapan” dalam KONSTELASI No.26, Mei 1 2010, (http://www.p2d.org)
- Politik Lacanian ini berguna bukan saja untuk menerangkan situasi, tetapi juga untuk mengha- 2
silkannya. Baca Patrick Fuery, Theories of Desire , Melbourne University Press, 1995
- Pada filsafat politik Badiou, politik bukanlah “everything is possible”, melainkan “something 3
else is possible”. Baca, Alain Badiou, Ethics: An Essay on the Understanding of Evil , Verso, 2002
Wednesday, January 5, 2011
Cinta BUKAN Cokelat
Entah mengapa cinta kerap dihubungkan dengan cokelat.
apakah karena cokelat itu manis?
Entahlah,
yang pasti,
cinta jauh lebih misterius
dibandingkan dengan sebatang cokelat.
Cinta adalah enigma,
suatu teka-teki
yang begitu pelik
untuk dipecahkan
Ada yang menganggap
bahwa cinta adalah
seni permainan peran
betulkah itu?
Kamu bukanlah siapa-siapa
sampai akhirnya
kamu dicintai oleh seseorang
kenapa cinta bisa seperti itu ya?
satu detik menjadi sumber masnisnya hidup,
sedetiklagi jadi asal semua derita.
Cinta itu seperti sihir
dalam sekejap ia bisa menggelapkan akal
Kamu secara harafiah
jadi addicted to love...
kamu sakaw Cinta!
Cinta adalah hal
yang paling murni
dari jiwa manusia...
Layak dipertahankan
meski nyawa menjadi taruhannya
John Lennon bilang:
"Love is promise,
love is souvenir,
Once given never forgotten,
never let it disappear."
BE REASONABLE!
The heart was made to be broken
it's fragile
you know that?
tapi aku tidak mau..
tidak mau membuatnya pecah
meskipun ada sejuta alasan
untuk memecahkannya
Karena,
Cinta membuat kita
ingin menjadi manusia yang lebih baik
teruslah hidup untuk cinta. End
Subscribe to:
Posts (Atom)