Sunday, January 9, 2011

Rindu Versus Sepi

Aku bukan orang yang kuat menahan rindu atau sepi

Bagiku sendirian juga bisa menyenangkan. Karena aku tidak pernah merasa berjalan sendirian. Selalu ada bayang-bayang seseorang. Bayang-bayang yang aku simpan sendiri, aku cinta sendiri, aku rindu sendiri, aku nikmati sendiri. Bayang-bayang yang tumbuh di dalam sepi.

Karena bayang-bayang itu bertumbuh besar dan membiak, maka segala ritme dan gerakannya menyibukkanku dengan banyak rasa. Aku memeliharanya, memupuknya, merawatnya, menyiramnya, menyianginya, seperti aku menanam sepokok kembang, sampai ia berputik, kuncup, mekar, merekah menjadi bunga. Aku gempita di dalam kesendirianku. Tidak pernah merasa sepi.

Lalu ketika mendadak senja meleleh penuh tuba, bayang-bayang itu tetap seperti bayang-bayang yang tidak pernah mengerti betapa aku cinta dan sangat aku rindu. Ia tetap menjadi bayang-bayang yang bergerak liar ke mana dia mau dan melakukan apa yang dia suka. Bukan karena ia tak cinta aku. Tetapi mungkin lebih cinta dirinya sendiri. Padahal sesak itu berhimpitan dengan cinta dan rindu yang tiada berkesudahan. Tiap hela napasku hanya menyemburkan wangi bunga cinta dan embusan harum kerinduan. Ia bukan tidak tahu. Tetapi ia sendiri tidak tahu apa yang dia mau.


Aku merasa menjadi laki-laki paling tolol yang selalu mengucapkan ’’aku cinta padamu’’, juga ’’aku kangen kamu’’. Setiap hari, setiap saat. Seperti matahari tidak pernah bosan terbit pagi hari. Seperti kelopak daun yang selalu berkeringat embun di subuh hari. Seperti aroma tanah kering yang menguap sehabis hujan. Tidak pernah berubah.

No comments:

Post a Comment